Sabtu, 13 Juni 2020

Kisah Inspiratif Guru Agung dalam Meningkatkan Literasi Guru Sampai ke Pelosok Negeri

Agung Pardini yang dikenal dengan sebutan Guru Agung mempunyai kiprah yang luar biasa dalam bidang literasi. Pria kelahiran Cibinong Bogor ini dengan tulus dan ikhlas membimbing dan mendampingi para guru yang bertugas di daerah-daerah terpelosok di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi.

Agung mempunyai segudang prestasi sebagai seorang guru sekaligus menjadi penulis. Ia menulis artikel di berbagai media masa, menulis berbagai buku yang berkualitas, pembicara atau narasumber (nontraining)  sampai menjadi pemateri pelatihan guru ( public Treaching) di berbagai daerah.  Sejak tahun 2009, ia menjadi Master Teacher Sekolah Guru Indonesia (SGI) di bawah Lembaga Kemanusiaan Dompet Duafa.

 Banyak pengalaman yang Agung dapat beserta teman-teman selama menjadi pendamping menulis para guru. Beberapa buku karyanya diterbitkan antara lain antologi atau dikerjakan secara bersama-sama. Seperti buku yang berjudul Kelana Guru-Guru Muslim dan Batu Daun Cinta Teman Setia Belajarku. Buku ini berisi kisah-kisah inspiratif dari para pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru-guru di daerah pelosok seperti ada yang tinggal di kepulauan, di hutan dan pegunungan, pelosok kampung bahkan sampai pernah terdapat guru muda yang meninggal dalam tugas di penempatan.

Banyak cerita yang menarik Agung dapatkan selama menjadi pendamping menulis  para guru. Menurutnya, di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri untuk para guru di daerah tersebut. “Adapun kendala tersebut antara lain beberapa istilah bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah, banyak guru yang belum mengenal MS Office, listrik hanya menyala di malam hari di beberapa wilayah,  dan banyak guru yang belum mengenal tata bahasa baku bahasa Indonesia atau ajaan yang baku, “ ujar Agung melalui WAG pelatihan menulis, Rabu 10 Juni 2020.

Cara mengatasi kendala yang ada di daerah pelosok tersebut, Agung menggunakan model pendampingan intensif. Ia beserta para konsultan dan guru-guru ralawan dengan sabar dan tekun  selalu mendampingi dan memberikan bimbingan menulis kepada para guru. Ia mengajak para guru untuk menulis  bersama-sama “Jurnal Perjalanan Guru”. Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di Kampus SGI.

 Setiap malam para guru harus menulis pengalaman mereka selama di siang hari dengan modelnya bermacam-macam. Bisa berupa curhat, sampai dengan membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi hal ini menjadi semacam refleksi dan evaluasi. Sehingga melalui jurnal tersebut Agung dan tim jadi tahu akan perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka.

Jika ada perasaan hati yang negatif dari para guru, Agung dan tim bisa langsung coaching atau conseling. Biasanya masalah kondisi batin yang dialami seperti rindu keluarga, sakit hati dan berbagai macam cerita lainnya. Selain kebiasaan menulis di jurnal, para guru juga dibiasakan dengan  aktivitas membaca. Karena banyak baca akan mampu mengembangkan kepekaan literasi para guru. Bedah buku juga kebiasaan yang dilakukan ketika apel pagi. “Sebagai pembina apel maka juga harus memberikan kajian bedah buku dengan dimulai buku-buku yang ringan seperti novel atau yang lainnya. Setelah itu, pemberian motivasi secara bergantian dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh, ativitas ini dinamakan “Semangat Pagi,” ujarnya.

Beberapa jenis tulisan dan karya guru-guru tersebut akhirnya bisa dibukukan dengan bantuan dari Donasi Dompet Duafa. Buku-buku yang diterbitkan tidak untuk  diperjual belikan. Namun  dibagikan secara gratis untuk guru-guru di daerah lain yang membutuhkan. Sehingga, diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain.

Jadi, pembelajaran literasi tidak pandang geografis dan budaya seperti apa yang dilakukan Agung Pardini. Di manapun tempatnya, kita dapat berbagi ilmu untuk orang lain sehingga dapat ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.  Seperti pepatah yang pernah dikatakan Bung Karno,  jangan kau bertanya apa yang negara berikan kepadamu, namun  bertanyalah apa yang kau berikan untuk negara ini .  ***

                                    *resume by esti sukapsih*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar