Agung Pardini yang dikenal dengan sebutan Guru Agung mempunyai kiprah yang luar biasa dalam bidang literasi. Pria kelahiran Cibinong Bogor ini dengan tulus dan ikhlas membimbing dan mendampingi para guru yang bertugas di daerah-daerah terpelosok di Indonesia untuk meningkatkan kemampuan literasi.
Agung mempunyai segudang prestasi sebagai seorang guru sekaligus menjadi
penulis. Ia menulis artikel di berbagai media masa, menulis berbagai buku yang
berkualitas, pembicara atau narasumber (nontraining) sampai menjadi pemateri pelatihan guru ( public
Treaching) di berbagai daerah. Sejak tahun 2009, ia menjadi Master Teacher Sekolah Guru
Indonesia (SGI) di bawah Lembaga Kemanusiaan Dompet Duafa.
Banyak cerita yang menarik Agung dapatkan selama menjadi pendamping menulis para guru. Menurutnya, di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri untuk para guru di daerah tersebut. “Adapun kendala tersebut antara lain beberapa istilah bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah, banyak guru yang belum mengenal MS Office, listrik hanya menyala di malam hari di beberapa wilayah, dan banyak guru yang belum mengenal tata bahasa baku bahasa Indonesia atau ajaan yang baku, “ ujar Agung melalui WAG pelatihan menulis, Rabu 10 Juni 2020.
Cara mengatasi kendala yang ada di daerah pelosok tersebut, Agung menggunakan model pendampingan intensif. Ia beserta para konsultan dan guru-guru ralawan dengan sabar dan tekun selalu mendampingi dan memberikan bimbingan menulis kepada para guru. Ia mengajak para guru untuk menulis bersama-sama “Jurnal Perjalanan Guru”. Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di Kampus SGI.
Jika ada perasaan hati yang negatif dari para guru, Agung dan tim bisa langsung coaching atau conseling. Biasanya masalah kondisi batin yang dialami seperti rindu keluarga, sakit hati dan berbagai macam cerita lainnya. Selain kebiasaan menulis di jurnal, para guru juga dibiasakan dengan aktivitas membaca. Karena banyak baca akan mampu mengembangkan kepekaan literasi para guru. Bedah buku juga kebiasaan yang dilakukan ketika apel pagi. “Sebagai pembina apel maka juga harus memberikan kajian bedah buku dengan dimulai buku-buku yang ringan seperti novel atau yang lainnya. Setelah itu, pemberian motivasi secara bergantian dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh, ativitas ini dinamakan “Semangat Pagi,” ujarnya.
Beberapa jenis tulisan dan karya guru-guru tersebut akhirnya bisa dibukukan dengan bantuan dari Donasi Dompet Duafa. Buku-buku yang diterbitkan tidak untuk diperjual belikan. Namun dibagikan secara gratis untuk guru-guru di daerah lain yang membutuhkan. Sehingga, diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain.
Jadi, pembelajaran literasi tidak pandang geografis dan budaya seperti apa yang dilakukan Agung Pardini. Di manapun tempatnya, kita dapat berbagi ilmu untuk orang lain sehingga dapat ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti pepatah yang pernah dikatakan Bung Karno, jangan kau bertanya apa yang negara berikan kepadamu, namun bertanyalah apa yang kau berikan untuk negara ini . ***
*resume by esti sukapsih*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar